Selasa, 26 November 2013

malas untuk kebaikan

” Saya pemalas ulung. Saya malas bergaul yang tidak berguna, malas menonton acara TV yang hanya memperkaya yang di dalam layar TV, tapi merusak moral dan tidak menjadikan saya lebih tahu dan lebih mau. Malas mendengar orang berbicara palsu untuk keuntungannya sendiri. Saya malas menjadi pemimpi yang tanpa tindakan. Saya tidak rajin untuk yang tidak baik”. #mario teguh
Kalau mendengar kata malas, selalu saja konotosinya menjadi negatif. Malas memang menjadi momok yang paling menakutkan buat saya. Bagaimana tidak, ketika rasa malas menyerang saya, sepertinya segala hal betul-betul tidak mempunyai semangat dan gairah sedikitpun untuk mengerjakan sesuatu hal tersebut.
Terkadang, kita rela menghabiskan waktu berjam-jam hanya duduk diam, melamun, dan tidak ingin mengerjakan apapun. Bukankah begitu? apakah teman-teman merasakan hal yang sama seperti saya?
Penyakit kemalasan ini merupakan penyakit berbahaya bagi kita semua. Malasa membuat kita kehilangan semangat, waktu terbuang percuma, banyak keburukan dibanding kebaikannya, dan produktifitas pun menurun.
Bapak Mario Teguh seorang motivator terkenal di Indonesia mengatakan, boleh saja kita menjadi seorang pemalas yang ulung. Asal konotasi malas di pelintir menjadi malas dalam arti positif.
Malas bukan berarti keburukan kok. Ternyata malas juga bisa menjadi tembok penghalang bagi kita untuk terlindung dari rasa malas negatif.
Seperti halnya malas untuk berbuat yang tidak baik, malas untuk menghabiskan waktu sia-sia, malas untuk kumpul dengan orang-orang yang tidak berguna, dsb.
Lalu pertanyaannya adalah, apakah kita sudah bisa mengubah malas dalam versi negatif kepada malas yang berkonotasi positif?
mungkin memerlukan waktu untuk mengubahnya, keyakinan dan niat yang baik menjadi kunci untuk mengubah menjadi kemalasan yang memberi kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar