” Saya pemalas ulung. Saya malas bergaul yang tidak berguna,
malas menonton acara TV yang hanya memperkaya yang di dalam layar TV,
tapi merusak moral dan tidak menjadikan saya lebih tahu dan lebih mau.
Malas mendengar orang berbicara palsu untuk keuntungannya sendiri. Saya
malas menjadi pemimpi yang tanpa tindakan. Saya tidak rajin untuk yang
tidak baik”. #mario teguh
Kalau mendengar kata malas, selalu saja konotosinya menjadi negatif.
Malas memang menjadi momok yang paling menakutkan buat saya. Bagaimana
tidak, ketika rasa malas menyerang saya, sepertinya segala hal
betul-betul tidak mempunyai semangat dan gairah sedikitpun untuk
mengerjakan sesuatu hal tersebut.
Terkadang, kita rela menghabiskan waktu berjam-jam hanya duduk diam,
melamun, dan tidak ingin mengerjakan apapun. Bukankah begitu? apakah
teman-teman merasakan hal yang sama seperti saya?
Penyakit kemalasan ini merupakan penyakit berbahaya bagi kita semua.
Malasa membuat kita kehilangan semangat, waktu terbuang percuma, banyak
keburukan dibanding kebaikannya, dan produktifitas pun menurun.
Bapak Mario Teguh seorang motivator terkenal di Indonesia mengatakan,
boleh saja kita menjadi seorang pemalas yang ulung. Asal konotasi malas
di pelintir menjadi malas dalam arti positif.
Malas bukan berarti keburukan kok. Ternyata malas juga bisa menjadi
tembok penghalang bagi kita untuk terlindung dari rasa malas negatif.
Seperti halnya malas untuk berbuat yang tidak baik, malas untuk
menghabiskan waktu sia-sia, malas untuk kumpul dengan orang-orang yang
tidak berguna, dsb.
Lalu pertanyaannya adalah, apakah kita sudah bisa mengubah malas dalam versi negatif kepada malas yang berkonotasi positif?
mungkin memerlukan waktu untuk mengubahnya, keyakinan dan niat yang
baik menjadi kunci untuk mengubah menjadi kemalasan yang memberi
kebaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar